"Amal pertama yang dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Dan barangsiapa yang baik (diterima) shalatnya, maka baik (diterima)) pula segala amalan yang lain. Dan barangsiapa yang rusak (ditolak) shalatnya, maka rusak (ditolak) pula segala amalan lainnya." (HR. Tharbani)
Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai mahluk yang paling sempurna yaitu sholat, atau terkadang tau tentang kewajiban tetapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukaan. Selain itu juga bagi kaum fanatis yang tidak menghargai tentang arti khilafiyah, dan menganggap yang berbeda itu yang salah. Oleh karena itu mari kita kaji bersama tentang arti shalat, dan cara mengerjakannya serta beberapa unsur didalamnya. Dalam pembahasan kali ini juga di paparkan sholat dan macamnya.
Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai mahluk yang paling sempurna yaitu sholat, atau terkadang tau tentang kewajiban tetapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukaan. Selain itu juga bagi kaum fanatis yang tidak menghargai tentang arti khilafiyah, dan menganggap yang berbeda itu yang salah. Oleh karena itu mari kita kaji bersama tentang arti shalat, dan cara mengerjakannya serta beberapa unsur didalamnya. Dalam pembahasan kali ini juga di paparkan sholat dan macamnya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat, maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali (5 waktu), berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa terkecuali bagi muslim mukallaf baik yang sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat-shalat sunnah.
Shalat berasal dari bahasa Arab As-Sholah. Shalat menurut Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan secara terminology/ istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.
Adapun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya, atau mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya.
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Allah, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.
Tujuan Shalat
Sholat dalam agama islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadat manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan itu.
Adapun tujuan didirikannya shalat menurut Al-Qur’an dalam surah Al-Ankabut: 45:
"Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah perbuatan keji dan munkar."
Juga Allah berfirman dalam surah An-Nuur: 56:
"Dan kerjakanlah shalat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul, agar kalian semua diberi rahmat."
Dari dalil-dalil Al-Qur'an di atas tidak ada kata-kata perintah shalat dengan perkataan “laksanakanlah” tetapi semuanya dengan perkataan “dirikanlah”. Dari unsur kata-kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar. Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah sehingga apabila shalat telah mereka dirikan, maka mereka tidak akan berbuat jahat.
Syarat-syarat Shalat
Syarat Wajib Shalat
- Islam.
- Baligh.
- Berakal. Rasulullah bersabda, “Telah diangkat pena itu dari tiga perkara, yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari rang tidur sehingga ia bangun dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
- Ada pendengaran, artinya anak yang sejak lahir tuna rungu (tuli) tidak wajib mengerjakan sholat.
- Suci dari haid dan nifas.
- Sampai dakwah Islam kepadanya.
- Suci dari hadas, baik hadas kecil maupun hadas besar.
- Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
- Menutup aurat. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut dan aurat perempuan adalah seluruh badannya kecuali muka dan telapak tangan.
- Telah masuk waktu sholat, artinya tidak sah bila dikerjakan sebelum masuk waktu shalat atau telah habis waktunya.
- Menghadap kiblat.
Cara Mengerjakan Shalat
Menghadap ka'bah
Rasulullah, bila berdiri untuk shalat fardhu atau sholat sunnah, beliau menghadap Ka'bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana sabdanya kepada orang yang shalatnya salah:
"Bila engkau berdiri untuk shalat, sempurnakanlah wudhu'mu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah." (HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).
Tentang hal ini telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah: 115:
"Kemana saja kamu menghadapkan muka, disana ada wajah Allah."
Rasulullah pernah shalat menghadap Baitul Maqdis, hal ini terjadi sebelum turunnya firman Allah:
"Kami telah melihat kamu menengadahkan kepalamu ke langit. Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu inginkan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu ke sebagian arah Masjidil Haram." (QS. Al Baqarah : 144).
Setelah ayat tersebut turun beliau sholat menghadap Ka'bah.
Berdiri
Rasulullah, mengerjakan sholat fardhu atau sunnah berdiri karena memenuhi perintah Allah dalam QS. Al Baqarah: 238.
Apabila bepergian, beliau melakukan shalat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya agar melakukan sholat khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Allah berfirman:
"Peliharalah semua shalat dan shalat wustha dan berdirilah dengan tenang karena Allah. Jika kamu dalam ketakutan, shalatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Jika kamu dalam keadaan aman, ingatlah kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan kepada kamu yang mana sebelumnya kamu tidak mengetahui (cara tersebut)." (QS. Al Baqarah : 238).
Kewajiban menghadap sutrah
Sutrah (pembatas yang berada di depan orang shalat) dalam shalat menjadi keharusan imam dan orang yang shalat sendirian, sekalipun di masjid besar, demikian pendapat Ibnu Hani' dalam Kitab Masa'il, dari Imam Ahmad, beliau mengatakan, "Pada suatu hari saya sholat tanpa memasang sutrah di depan saya, padahal saya melakukan shalat di dalam masjid kami, Imam Ahmad melihat kejadian ini, lalu berkata kepada saya, 'Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu!' Kemudian aku memasang orang untuk menjadi sutrah."
Syaikh Al Albani mengatakan, "Kejadian ini merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa orang yang sholat di masjid besar atau masjid kecil tetap berkewajiban memasang sutrah di depannya."
Rasulullah bersabda:
"Janganlah kamu shalat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia terus memaksa lewat di depanmu, bunuhlah dia karena dia ditemani oleh setan." (HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang jayyid (baik))
Rasulullah juga bersabda:"Bila
seseorang di antara kamu shalat menghadap sutrah, hendaklah dia
mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya." (HR. Abu Dawud, Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh Hakim, disetujui olah Dzahabi dan Nawawi).
Dan hendaklah sutrah itu diletakkan tidak terlalu jauh dari tempat kita berdiri shalat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
"Rasulullah SAW berdiri shalat dekat sutrah (pembatas) yang jarak antara beliau dengan pembatas di depannya 3 hasta." (HR. Bukhari dan Ahmad).
Adapun yang dapat dijadikan sutrah antara lain: tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah, hewan tunggangan, pelana, tiang setinggi pelana, pohon, tempat tidur, dinding dan lain-lain yang semisalnya, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Niat
Niat berarti menyengaja untuk shalat, menghambakan diri kepada Allah SWT semata, serta menguatkannya dalam hati.
Rasulullah bersabda:
"Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya." (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa', hadits no. 22).
Niat tidak dilafadzkan. Dan tidaklah disebutkan dari Rasulullah SAW dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan. Abu Dawud bertanya kepada Imam Ahmad, dia berkata, "Apakah orang shalat mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?" Imam Ahmad menjawab, "Tidak." (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu' al Fataawaa XXII/28).
As-Suyuthi berkata, "Yang termasuk perbuatan bid'ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Rasullah SAW maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain hanya lafadz takbir."
Asy Syafi'i berkata, "Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal." (Lihat al Amr bi al Itbaa' wa al Nahy 'an al Ibtidaa').
Takbiratul ihrom
Rasulullah SAW selalu memulai shalatnya (dilakukan hanya sekali ketika hendak memulai suatu shalat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan Allahu Akbar di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan seperti itu kepada orang yang sholatnya salah. Beliau bersabda kepada orang itu:
"Sesungguhnya sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu' dan melakukan wudhu' sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar." (HR. Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah juga bersabda:
"Apabila engkau hendak mengerjakan shalat, maka sempurnakanlah wudhu'mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom." (Muttafaqun 'alaihi).
Takbirotul ihrom diucapkan dengan lisan. Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad Ibnu Rusyd berkata, "Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut."
An Nawawi berkata, "…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz takbir, baik apakah dia sedang menjadi makmum atau ketika shalat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca tasbih ketika ruku', tasyahud, salam dan doa-doa dalam shalat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah…" beliau melanjutkan, "Demikianlah nasihat yang dikemukakan Syafi'i dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi'i berkata dalam al Umm, 'Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu.'." (al Majmuu' III/295).
Mengangkat kedua tangan
Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:
"Rasulullah SAW biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai shalat, setiap kali bertakbir untuk ruku' dan setiap kali bangkit dari ruku'nya." (Muttafaqun 'alaihi). Atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga, berdasarkan hadis riwayat Malik bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat)." (HR. Muslim).
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkannya dan tidak pula menggengamnya). (Shifat Shalat Nabi).
Bersedekap
Kemudian Rasulullah SAW meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:
"Kami, para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan shalat." (Hadis diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya' dengan sanad shahih).
Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang shalat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Meletakkan atau menggenggam. Rasulullah SAW meletakkan lengan kanan pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya berdasar hadis dari Wail bin Hujur:
"Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya , berdasarkan hadits Nasa'i dan Daraquthni:
"Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya."
(sanad shahih).
Bersedekap di dada. Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits:
"Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).
Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masa'il, halaman 222 berkata: "Imam Ishaq meriwayatkan hadis secara mutawatir kepada kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo'a qunut dan melakukan qunut sebelum ruku'. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan teteknya." Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi 'Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I'lam, beliau berkata: "Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada."
Memandang tempat sujud
Pada saat mengerjakan shalat, Rasulullah SAW menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat)." (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Larangan menengadah ke langit Rasulullah SAW melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam shalat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka." (HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad).
Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika shalat, beliau bersabda:
"Jika kalian shalat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri." (HR. Tirmidzi dan Hakim).
Dalam Zaadul Ma'aad (I/248) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, "Jumhur ulama mengatakan bahwa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak."
Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.
Membaca do'a istiftah
Doa istiftah yang dibaca oleh Rasulullah SAW bermacam-macam. Dalam doa istiftah tersebut beliau mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah. Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan shalatnya dengan sabdanya:
"Tidak sempurna shalat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…" (HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).
Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW diantaranya adalah:
yang artinya:
"Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun." (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah SAW juga membaca dalam shalat fardhu:
yang artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah (yang haq) selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu." (Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
Membaca ta'awwudz
Membaca doa ta'awwudz, disunnahkan dalam setiap raka'at, sebagaimana firman Allah ta'ala:
"Apabila kamu membaca Al-Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (An Nahl : 98).
Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi'i dan diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu' III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).
Rasulullah SAW biasa membaca ta'awwudz yang berbunyi:
yang artinya:
"Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkan gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq)." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
Atau mengucapkan:
yang artinya:
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk..." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
Membaca Al-Fatihah
Hukum Membaca Al-Fatihah. Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi jika dalam shalat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah shalatnya berdasarkan perkataan Rasulullah:
"Tidak dianggap shalat (tidak sah shalatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah." (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama'ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa yang shalat tanpa membaca Al-Fatihah maka shalatnya buntung…tidak sempurna" (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah. Jelas bagi kita jika sedang shalat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada shalat jama'ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada shalat Dhuhur, 'Ashr, satu raka'at terakhir shalat Mahgrib dan dua raka'at terakhir shalat 'Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).
Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras…? Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah:
"Betulkah kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian?" Kami menjawab: "Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah." Berkata Rasul: "Kalian tidak boleh melakukannya lagi kecuali membaca Al-Fatihah, karena tidak ada shalat bagi yang tidak membacanya." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhori, Abu Dawud, dan Ahmad, dihasankan oleh At-Tirmidzi dan Ad-Daraquthni)
Selanjutnya Rasulullah SAW melarang makmum membaca surat apapun ketika imam membacanya dengan jahr (diperdengarkan) baik itu Al-Fatihah maupun surat lainnya. Hal ini selaras dengan keterangan dari Al-Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal tentang wajibnya makmum diam bila imam membaca dengan jahr/ keras. Berdasar arahan Rasulullah SAW:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :"Dijadikan imam itu hanya untuk diikuti. Oleh karena itu apabila imam takbir, maka bertakbirlah kalian, dan apabila imam membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…" (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604. Ibnu Majah no. 846, An-Nasa-i. Imam Muslim berkata: Hadits ini menurut pandanganku Shahih).
"Barangsiapa shalat mengikuti imam (bermakmum), maka bacaan imam telah menjadi bacaannya juga." (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, Ad-Daraquthni, Ibnu Majah, Thahawi dan Ahmad lihat kitab Irwa-ul Ghalil oleh Syaikh Al-Albani).
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sesudah mendirikan shalat yang beliau keraskan bacaanya dalam shalat itu, beliau bertanya: "Apakah ada seseorang diantara kamu yang membaca bersamaku tadi?" Maka seorang laki-laki menjawab, "Ya ada, wahai Rasulullah." Kemudian beliau berkata, "Sungguh aku katakan: Mengapakah (bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga)." Berkata Abu Hurairah, kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada shalat-shalat yang Rasulullah keraskan bacaannya, ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang demikian itu dari Rasulullah SAW. (Hadis dikeluarkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Malik. Abu Hatim Ar Razi menshahihkannya, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).
Hadis-hadis tersebut merupakan dalil yang tegas dan kuat tentang wajib diamnya makmum apabila mendengar bacaan imam, baik Al-Fatihahnya maupun surat yang lain. Selain itu juga berdasarkan firman Allah SWT:
"Dan apabila dibacakan Al-Qur-an hendaklah kamu dengarkan ia dan diamlah sambil memperhatikan (bacaannya), agar kamu diberi rahmat." (Al-A'raaf : 204).
Ayat ini asalnya berbentuk umum yakni dimana saja kita mendengar bacaan Al-Qur-an, baik di dalam shalat maupun di luar shalat wajib diam mendengarkannya walaupun sebab turunnya berkenaan tentang shalat. Tetapi keumuman ayat ini telah menjadi khusus dan tertentu (wajibnya) hanya untuk shalat, sebagaimana telah diterangkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id bin Jubair, Adh Dhohak, Qotadah, Ibarahim An Nakha-i, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lain. Lihat Tafsir Ibnu Katsir II/280-281.
Cara Membaca Al Fatihah. Rasulullah SAW membaca surat Al-Fatihah pada setiap raka'at. Membacanya dengan berhenti pada setiap akhir ayat (waqof), tidak menyambung satu ayat dengan ayat berikutnya (washol) berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, Sahmi dan 'Amr Ad Dani, dishahihkan oleh Hakim, disetujui Adz-Dzahabi.
Seandainya Seseorang Belum Hafal Al-Fatihah. Bagi seseorang yang belum hafal Al Fatihah terutama bagi yang baru masuk Islam, tentu Rasulullah SAW telah memberikan solusinya. Nasehatnya untuk orang yang belum hafal Al-Fatihah (tentunya dia tak berhak jadi Imam):
Ucapkanlah:
yang artinya:
"Maha Suci Allah, Segala puji milik Allah, tiada Ilah (yang haq) kecuali Allah, Allah Maha Besar, Tiada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah." (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Hakim, Thabrani dan Ibnu Hibban disahihkan oleh Hakim dan disetujui oleh Ad-Dzahabi).
Rasulullah juga bersabda:
"Jika kamu hafal suatu ayat Al-Qur-an maka bacalah ayat tersebut, jika tidak maka bacalah Tahmid, Takbir dan Tahlil." (Hadis dikeluarkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dihasankan oleh At-Tirmidzi, tetapi sanadnya shahih, baca Shahih Abi Dawud hadis no. 807).
Membaca amin
Hukum Bagi Imam. Membaca amin disunnahkan bagi imam shalat. Dari Abu hurairah, dia berkata: "Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca amin." (Hadis dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadis yang berkualitas shahih)
"Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam shalat), beliau mengucapkan amiin dengan suara keras dan panjang." (Hadis shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Hadis tersebut mensyari'atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi'i, Ahmad, Ishaq dan para imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul 'baab jahr al-imaan bi al-ta-miin' (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.
Juga perkataan Nafi' (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu."
Hukum Bagi Makmum. Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Rasulullah (Hadis), atsar para sahabat dan perkataan para ulama.
Rasulullah berkata: "Jika imam membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin."
Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang shalat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).
"Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi'alaihim waladhdhooolliin, ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam riwayat lain: "(apabila imam mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat lain disebutkan: "bila seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam shalat bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni." (Hadis dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)
Syaikh Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:
"Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggal kannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178)
Bacaan surat setelah Al-Fatihah. Membaca surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalam shalat hukumnya sunnah karena Rasulullah SAW membolehkan tidak membacanya. Membaca surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua raka'at pertama. Banyak hadis yang menceritakan perbuatan Rasulullah tentang itu.
Panjang pendeknya surat yang dibaca. Pada shalat munfarid Rasulullah SAW membaca surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan jika sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).
Rasulullah berkata:
"Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek shalatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu" (Hadis dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Cara membaca surat. Dalam satu shalat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua raka'at, kadang pula surat yang sama dibaca pada raka'at pertama dan kedua. (berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya'la, juga hadis shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi)
Terkadang beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu raka'at. (Berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dinyatakan oleh At-Tirmidzi sebagai hadits shahih)
Tata cara bacaan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang berimbang antara raka'at pertama dengan raka'at kedua. (berdasar hadis shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam shalat yang bacaannya di-jahr-kan Rasulullah membaca dengan keras dan jelas. Tetapi pada shalat dzuhur dan ashar juga pada shalat maghrib pada raka'at ketiga ataupun dua raka'at terakhir sholat isya' Rasulullah membacanya dengan lirih yang hanya bisa diketahui jika Rasulullah sedang membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak sekeras seperti ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Rasulullah SAW sering membaca suatu surat dari awal sampai selesai. Rasulullah bersabda:
"Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam setiap (roka'at) ruku' dan sujud." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan 'Abdul Ghani Al-Maqdisi)
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu raka'at." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi)
Dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani: "Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam setiap satu raka'at sehingga roka'at tersebut memperoleh haknya dengan sempurna."
Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.
Dalam membaca surat Al-Qur-an Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan waktu yang lebih panjang dibanding jika dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru:
"Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan di dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
Rasulullah SAW membaca surat Al-Qur-an dengan suara yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:
"Perindahlah/ hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Quran]." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
"Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur-an." (Hadis dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
Ruku'
Rasulullah SAW setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian ruku' (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadis, salah satunya adalah:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam shalat mengangkat kedua tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak ruku' dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku' …." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)
Cara Ruku'. Bila Rasulullah ruku' maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya, demikian beliau juga memerintahkan kepada para sahabatnya.
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (ketika ruku') meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Menekankan tangannya pada lututnya. Rasulullah bersabda:
"Jika kamu ruku' maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku'." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Merenggangkan jari-jemarinya.
"Beliau merenggangkan jari-jarinya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)
Merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.
"Beliau bila ruku', meluruskan dan membentangkan punggungnya sehingga bila air dituangkan di atas punggung beliau, air tersebut tidak akan bergerak." (Hadis di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, 'Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut
"Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya." (Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
"Shalat seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku' dan sujud dengan meluruskan punggungnya." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu 'Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
Thuma-ninah/ Bersikap Tenang. Beliau pernah melihat orang yang ruku' dengan tidak sempurna dan sujud seperti burung mematuk, lalu berkata: "Jika orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad [sholatnya seperti gagak mematuk makanan] sebagaimana orang ruku' tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya'la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya' dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
Memperlama Ruku'.
"Rasulullah SAW menjadikan ruku', berdiri setelah ruku' dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Yang Dibaca Ketika Ruku'. Do'a yang dibaca oleh Rasulullah SAW ada beberapa macam, semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang lain.
1. SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).
Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung."
2. SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIMI WA BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ad-Daroquthni dan Al-Baihaqi).
Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian bagi-Nya."
3. SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Yang artinya:
"Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh."
4. SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII
Yang artinya:
"Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku."
Berdasarkan hadis dari Aisyah, bahwasanya dia berkata:
"Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperbanyak membaca Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku'nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an."
(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Do'a ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari Aisyah yang menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya surat An-Nashr yang artinya:
"Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan memuji Rabbmu dan memohon ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat." (TQS. An-Nashr 110:3)
Waktu ruku' dan sujud Rasulullah selalu membaca do'a ini hingga wafatnya.
Yang Dilarang Ketika Ruku'. Larangan disini adalah larangan dari Rasulullah bahwa sewaktu ruku' kita tidak boleh membaca Al-Qur-an. Berdasarkan hadits:
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang membaca Al-Qur-an dalam ruku' dan sujud." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah)
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku' dan sujud…" (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
I'tidal dari ruku'
Cara i'tidal dari ruku'. Setelah ruku' dengan sempurna dan selesai membaca do'a, maka kemudian bangkit dari ruku' (i'tidal). Waktu bangkit tersebut membaca disertai dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan beberapa hadis, diantaranya:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau ruku' dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari ruku' sambil mengucapkan SAMI'ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…" (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).
Yang Dibaca Ketika I'tidal dari Ruku'. Seperti ditunjuk hadis di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku'.
Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:
yang artinya:
"(Rabbku, segala puji kepada-Mu), atau
(Rabbku dan segala puji kepada-Mu), atau
(Ya, Allah, Rabbku, segala puji kepada-Mu), atau
(Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)"
Dalilnya adalah hadis dari Abu Hurairah:
"Apabila imam mengucapkan SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi bertepatan dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya yang telah lewat."(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)
Kadang ditambah dengan bacaan:
(Mencakup seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu) berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan do'a lain-lain.
Cara I'tidal. Adapun dalam tata cara i'tidal ulama berbeda pendapat menjadi dua pendapat, pertama mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan tidak bersedekap tapi melepaskannya. Tapi yang rajih menurut kami adalah pendapat pertama. Bagi yang hendak mengerjakan pendapat yang pertama tidak apa-apa dan bagi siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat kedua tidak mengapa.
Keterangan untuk pendapat pertama: Kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri atau menggenggamnya dan menaruhnya di dada, ketika telah berdiri Hal ini berdasarkan nash dibawah ini:
Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam An-Nasa-i yang artinya: "Ia (Wa-il bin Hujr) berkata: "Saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila beliau berdiri dalam shalat, beliau menggengam tangan kirinya dengan tangan kanannya."
Berkata Al-Imam Al-Bukhari dalam shahihnya: "Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, ia berkata dari Malik, ia berkata dari Abu Hazm, ia berkata dari Sahl bin Sa'd ia berkata: "Adalah orang-orang (para shahabat) diperintah (oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ) agar seseorang meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam sholat."
Komentar Abu Hazm: "Saya tidak mengetahui perintah tersebut kecuali disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ."
Komentar dari Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baaz (termaktub dalam fatwanya yang dimuat dalam majalah Rabithah 'Alam Islamy, edisi Dzulhijjah 1393 H/Januari 1974 M, tahun XI): "Dari hadits shahih ini ada petunjuk diisyaratkan meletakkan tangan kanan atas tangan kiri ketika seorang Mushalli (orang yang sholat) tengah berdiri baik sebelum ruku' maupun sesudahnya. Karena Sahl menginformasikan bahwa para shahabat diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam shalat. Dan sudah dimengerti bahwa Sunnah (Nabi) menjelaskan orang shalat dalam ruku' meletakkan kedua telapak tangangnya pada kedua lututnya, dan dalam sujud ia meletakkan kedua telapak tangannya pada bumi (tempat sujud) sejajar dengan kedua bahunya atau telinganya, dan dalam keadaan duduk antara dua sujud begitu pun dalam tasyahhud ia meletakkannya di atas kedua pahanya dan lututnya dengan dalil masing-masing secara rinci. Dalam rincian Sunnah tersebut tidak tersisa kecuali dalam keadaan berdiri. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwasanya maksud dari hadits Sahl diatas adalah disyari'atkan bagi Mushalli ketika berdiri dalam sholat agar meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya. Sama saja baik berdiri sebelum ruku' maupun sesudahnya. Karena tidak ada riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membedakan antara keduanya, oleh karena itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah menunjukkan dalilnya. (Kembali pada kaidah ushul fiqh: "asal dari ibadah adalah haram kecuali ada penunjukannya")
Disamping itu ada pula ketetapan dari hadis Wa-il bin Hujr pada riwayat An-Nasa-i dengan sanad yang shahih: Bahwasanya apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri dalam shalat beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya."
Wallaahu a'lamu bishshawab.
Thuma-ninah dan Memperlama Dalam I'tidal.
"Kemudian angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri dengan tegak [sehingga tiap-tiap ruas tulang belakangmu kembali pada tempatnya]." (dalam riwayat lain disebutkan: "Jika kamu berdiri i'tidal, luruskanlah punggungmu dan tegakkanlah kepalamu sampai ruas tulang punggungmu maupun ke tempatnya)." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi'i dan Ahmad)
Rasulullah SAW berdiri terkadang dikomentari oleh sahabat: "Dia telah lupa" [karena saking lamanya berdiri]. (Hadis dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Sujud
Sujud dilakukan setelah i'tidal. Caranya tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu baru kemudian meletakkan kedua tangan pada tempat kepala diletakkan dan kemudian meletakkan kepala dengan menyentuhkan/ menekankan hidung dan jidat/ kening/ dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun telinga).
Dari Wail bin Hujr, berkat, "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit mengangkat dua tangan sebelum kedua lututnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ad-Daarimy)
"Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i dan Daraquthni)
"Terkadang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah kiblat." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
"Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
"Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i)
Cara Sujud: Bersujud pada 7 anggota badan, yakni jidat/ kening/ dahi, hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan dua ujung kaki. Hal ini berdasar hadits:
Dari Ibnu 'Abbas berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Aku diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan; yakni kening sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua telapak tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan kami tidak boleh menyibak lengan baju dan rambut kepala." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Jama'ah)
Dilakukan dengan menekan.
"Apabila kamu sujud, sujudlah dengan menekan." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian depan telapak kaki ke tanah." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)
Kedua lengan/ siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi rusuk/ lambung.
Dari Abu Humaid As-Sa'diy, bahwasanya Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam bila sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu beliau." (Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau 'alaihi wasallam bersabda: "Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing menghamparkan kakinya." (Diriwayatkan oleh Al-Jama'ah kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
"Beliau mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari lambungnya sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Menjauhkan perut/ lambung dari kedua paha.
Dari Abi Humaid tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata: "Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya (dengan) tidak menopang perutnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Merapatkan jari-jemari.
Dari Wa-il, bahwasanya Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam jika sujud maka merapatkan jari-jemarinya. (Hadits Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/ menempelkan antara kedua tumit.
Berkata 'A-isyah isteri Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam: "Aku kehilangan Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur bersamaku, kemudian aku dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan kedua tumitnya (dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat…" (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)
Thuma-ninah dan sujud dengan lama. Sebagaimana rukun shalat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamjika bersujud baiasanya lama.
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri setelah ruku' dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Sujud Langsung Pada Tanah atau Boleh Di Atas Alas.
"Para shahabat shalat berjama'ah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada cuaca yang panas. Bila ada yang tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah maka membentangkan kainnya kemudian sujud di atasnya" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
Bacaan Sujud.
Rasulullah membaca
SUBHAANA RABBIYAL A'LAA 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan lain-lain)
atau kadang-kadang membaca
SUBHAANA RABBIYAL A'LAA WA BIHAMDIH, 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan lain-lain)
atau
SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku' dan sujud…" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Bangun dari sujud pertama
Setelah sujud pertama, dimana dalam setiap raka'at ada dua sujud, maka kemudian bangun untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam bangun dari sujud ini disertai dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar hadits dari Ahmad dan Al-Hakim).
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Duduk di antara dua sujud
Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada raka'at pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk di antara dua sujud, yaitu duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan) dan duduk iq'ak (duduk dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk diatas tumit). Hal ini berdasar hadits:
Dari 'A-isyah berkata: "Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang dari duduknya syaithan." (Hadits Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
Komentar Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Dari Rifa'ah bin Rafi' (dalam haditsnya) dan berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun duduklah di atas pahamu yang kiri." (Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang duduk iq'ak, yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya]. (Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
Sewaktu duduk di antara dua sujud ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat:
"Beliau (Rasulullah SAW) menegakkan kaki kanannya." (HR. Al-Bukhari)
"Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat." (HR. An-Nasa-i)
Bacaannya.
Dari Hudzaifah, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan dalam sujudnya (dengan do'a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii. (Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)
Thuma-ninah dan Lama.
Menuju raka'at berikutnya. Pada masalah ini ada dua tempat/ kondisi, yaitu bangkit menuju raka'at berikut dari posisi sujud kedua (pada akhir raka'at pertama dan ketiga) dan bangkit dari posisi duduk tasyahhud awal (pada roka'at kedua).
Bangkit/ bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka'at pertama dan ketiga) didahului dengan duduk istirahat atau tanpa duduk istirahat, bangkit berdiri seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan bertumpu pada lantai atau bisa juga bertumpu pada pahanya.
Tangan bertumpu pada satu pahanya.
Dari Wail bin Hujr dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berkata (Wa-il); "Maka tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersujud dia meletakkan kedua lututnya ke lantai sebelum meletakkan kedua tangannya; Berkata (Wa-il): Bila sujud maka …..dan apabila bangkit dia bangkit atas kedua lututnya dengan bertumpu pada satu paha." (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)
Tangan bertumpu pada lantai (tempat sujud)
"Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertumpu pada lantai ketika bangkit ke raka'at kedua." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
Diselai duduk istirahat.
Dari Malik bin Huwairits bahwasanya dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sholat, maka bila pada raka'at yang ganjil tidaklah beliau bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Bangkit dari duduk tasyahhud awwal (dari roka'at kedua) dengan mengangkat kedua tangan seraya bertakbir seperti pada takbiratul ihram.
Mengangkat tangan ketika takbir.
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bangkit dari duduknya mengucapkan takbir, kemudian berdiri." (Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya'la)
Duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir
Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat. Tempat dilakukannya. Duduk tasyahhud awwal terdapat hanya pada shalat yang jumlah raka'atnya lebih dari dua (2), pada shalat wajib dilakukan pada raka'at yang ke-2. Sedangkan duduk tasyahhud akhir dilakukan pada roka'at yang terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua.
Cara duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir. Sewaktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri) sedang pada tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping kanan dan duduk diatas lantai), pada masing-masing posisi kaki kanan ditegakkan.
Dari Abi Humaid As-Sa'idiy tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berkata: "Maka apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk dalam dua raka'at (tasyahhud awwal) beliau duduk diatas kaki kirinya dan bila duduk dalam raka'at yang akhir (tasyahhud akhir) beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya (lantai dan lain-lain)." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Letak tangan ketika duduk. Untuk kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat atau menggerak-gerakkan jari telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang tangan kirinya ditaruh/ terhampar di paha kiri.
Dari Ibnu 'Umar berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bila duduk di dalam shalat meletakkan dua tangannya pada dua lututnya dan mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa dengannya sedang tangannya yang kiri di atas lututnya yang kiri, beliau hamparkan padanya."(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
Berisyarat dengan telunjuk, bisa digerakkan bisa tidak. Selama melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat dengan telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada suatu shalat digerakkan pada shalat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
"Kemudian beliau duduk, maka beliau hamparkan kakinya yang kiri dan menaruh tangannya yang kiri atas pahanya dan lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha kanannya, kemudian beliau menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran kemudian mengangkat jari beliau maka aku lihat beliau menggerak-gerakkannya berdo'a dengannya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).
"Dari Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berisyarat dengan jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakannya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).
Membaca do'a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat. Do'a tahiyyat ini ada beberapa versi, untuk hendaklah dipilih yang kuat dan lafadhznya belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang baik adalah sebagai berikut:
Berkata Abdullah : "Kami apabila shalat di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keselamatan atas jibril dan mikail keselamatan...maka rasulullah berpaling kepada kami. Lalu beliau berkata: sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat hendaklah kalian itu mengucapkannya:
artinya:
segala kehormatan, shalawat dan kebaikan milik Allah, semoga keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; -karena sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi. Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang haq) selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba dan utusan-Nya. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).
Dari Ka'ab bin Ujrah berkata: "Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu? Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami berkata: 'Ya Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lantas bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau berkata: ucapkanlah:
artinya:
"Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung."
Berdo'a berlindung dari empat (4) hal.
Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, ia berkata:
artinya:
"Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
Berdo'a dengan do'a/ permohonan lainnya.
"…kemudian (supaya) dia memilih do'a yang dia kagumi/ senangi…" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
Salam
Salam sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do'a minta perlindungan dari 4 fitnah atau tambahan do'a lainnya.
"Kunci shalat adalah bersuci, pembukanya takbir dan penutupnya adalah mengucapkan salam." (Hadits dikeluarkan dan disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Adz-Dzahabi)
Caranya: Dengan menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do'a salam kemudian ke kiri.
Dari 'Amir bin Sa'ad, dari bapaknya berkata: Saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi salam ke sebelah kanan dan sebelah kirinya hingga terlihat putih pipinya. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah)
Dari 'Alqomah bin Wa-il, dari bapaknya, ia berkata: Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka beliau membaca salam ke sebelah kanan (menoleh ke kanan): "As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh." Dan kesebelah kiri: "As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Bacaan salam. Kadang-kadang beliau membaca:
"As Salamu'alaikum dengan sedikit menoleh ke kanan tanpa menoleh ke kiri." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
Gerakan yang dilarang. Sering terlihat orang yang mengucapkan salam ketika menoleh ke-kanan dibarengi dengan gerakan telapak tangan dibuka kemudian ketika menoleh ke kiri tangan kirinya di buka. Gerakan tangan ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Mengapa kamu menggerakkan tangan kamu seperti gerakan ekor kuda yang lari terbirit-birit dikejar binatang buas? Bila seseorang diantara kamu mengucapkan salam, hendaklah ia berpaling kepada temannya dan tidak perlu menggerakkan tangannya." [Ketika mereka sholat lagi bersama Rasullullah, mereka tidak melakukannya lagi]. (Pada riwayat lain disebutkan: "Seseorang diantara kamu cukup meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian ia mengucapkan salam dengan berpaling kepada saudaranya yang di sebelah kanan dan saudaranya di sebelah kiri). (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim, Abu 'Awanah, Ibnu Khuzaimah dan At-Thabrani).
Diantara gerakkan bid’ah (dilebih-lebihkan) yang dilakukan saat salam adalah gerakkan yang dilakukan oleh orang syi’ah dengan menepukkan kedua tangannya di atas paha tiga kali, sebagai pengganti salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal seperti ini dilakukan oleh syi’ah Iran dan sekitarnya. Maksud dari gerakan itu adalah melaknat malaikat Jibril karena mereka mengatakan Jibril telah salah menyampaikan wahyu.
Rukun Shalat
Rukun bisa juga disebut fardhu. Perbedaan antara syarat dan rukun adalah bahwa syarat adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan amal ibadah sebelum perbuatan amal ibadah itu dikerjakan, sedangkan pengertian rukun atau fardhu adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan/ amal ibadah dalam waktu pelaksanaan suatu pekerjaan/ amal ibadah tersebut.
Rukun shalat, antara lain:
Dari rukun shalat tersebut, dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
Sunnah-sunnah Shalat
Sunnah-sunnah shalat terbagi dua, yaitu sunnah ab’adh dan sunnah hai-at.
Sunnah ab’adh, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/ tidak dikerjakan maka harus diganti dengan sujud sahwi. Sunnah ab’adh ada beberapa macam, yaitu:
Hal-hal Yang Makruh Dalam Shalat
Hal-hal Yang Dapat Membatalkan Shalat
Dan hendaklah sutrah itu diletakkan tidak terlalu jauh dari tempat kita berdiri shalat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
"Rasulullah SAW berdiri shalat dekat sutrah (pembatas) yang jarak antara beliau dengan pembatas di depannya 3 hasta." (HR. Bukhari dan Ahmad).
Adapun yang dapat dijadikan sutrah antara lain: tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah, hewan tunggangan, pelana, tiang setinggi pelana, pohon, tempat tidur, dinding dan lain-lain yang semisalnya, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Niat
Niat berarti menyengaja untuk shalat, menghambakan diri kepada Allah SWT semata, serta menguatkannya dalam hati.
Rasulullah bersabda:
"Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya." (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa', hadits no. 22).
Niat tidak dilafadzkan. Dan tidaklah disebutkan dari Rasulullah SAW dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan. Abu Dawud bertanya kepada Imam Ahmad, dia berkata, "Apakah orang shalat mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?" Imam Ahmad menjawab, "Tidak." (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu' al Fataawaa XXII/28).
As-Suyuthi berkata, "Yang termasuk perbuatan bid'ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Rasullah SAW maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain hanya lafadz takbir."
Asy Syafi'i berkata, "Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal." (Lihat al Amr bi al Itbaa' wa al Nahy 'an al Ibtidaa').
Takbiratul ihrom
Rasulullah SAW selalu memulai shalatnya (dilakukan hanya sekali ketika hendak memulai suatu shalat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan Allahu Akbar di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan seperti itu kepada orang yang sholatnya salah. Beliau bersabda kepada orang itu:
"Sesungguhnya sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu' dan melakukan wudhu' sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar." (HR. Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah juga bersabda:
"Apabila engkau hendak mengerjakan shalat, maka sempurnakanlah wudhu'mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom." (Muttafaqun 'alaihi).
Takbirotul ihrom diucapkan dengan lisan. Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad Ibnu Rusyd berkata, "Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut."
An Nawawi berkata, "…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz takbir, baik apakah dia sedang menjadi makmum atau ketika shalat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca tasbih ketika ruku', tasyahud, salam dan doa-doa dalam shalat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah…" beliau melanjutkan, "Demikianlah nasihat yang dikemukakan Syafi'i dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi'i berkata dalam al Umm, 'Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu.'." (al Majmuu' III/295).
Mengangkat kedua tangan
Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:
"Rasulullah SAW biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai shalat, setiap kali bertakbir untuk ruku' dan setiap kali bangkit dari ruku'nya." (Muttafaqun 'alaihi). Atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga, berdasarkan hadis riwayat Malik bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat)." (HR. Muslim).
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkannya dan tidak pula menggengamnya). (Shifat Shalat Nabi).
Bersedekap
Kemudian Rasulullah SAW meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:
"Kami, para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan shalat." (Hadis diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya' dengan sanad shahih).
Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang shalat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Meletakkan atau menggenggam. Rasulullah SAW meletakkan lengan kanan pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya berdasar hadis dari Wail bin Hujur:
"Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya , berdasarkan hadits Nasa'i dan Daraquthni:
"Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya."
(sanad shahih).
Bersedekap di dada. Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits:
"Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).
Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masa'il, halaman 222 berkata: "Imam Ishaq meriwayatkan hadis secara mutawatir kepada kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo'a qunut dan melakukan qunut sebelum ruku'. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan teteknya." Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi 'Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I'lam, beliau berkata: "Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada."
Memandang tempat sujud
Pada saat mengerjakan shalat, Rasulullah SAW menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat)." (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Larangan menengadah ke langit Rasulullah SAW melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam shalat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka." (HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad).
Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika shalat, beliau bersabda:
"Jika kalian shalat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri." (HR. Tirmidzi dan Hakim).
Dalam Zaadul Ma'aad (I/248) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, "Jumhur ulama mengatakan bahwa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak."
Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.
Membaca do'a istiftah
Doa istiftah yang dibaca oleh Rasulullah SAW bermacam-macam. Dalam doa istiftah tersebut beliau mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah. Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan shalatnya dengan sabdanya:
"Tidak sempurna shalat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…" (HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).
Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW diantaranya adalah:
yang artinya:
"Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun." (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah SAW juga membaca dalam shalat fardhu:
yang artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah (yang haq) selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu." (Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
Membaca ta'awwudz
Membaca doa ta'awwudz, disunnahkan dalam setiap raka'at, sebagaimana firman Allah ta'ala:
"Apabila kamu membaca Al-Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (An Nahl : 98).
Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi'i dan diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu' III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).
Rasulullah SAW biasa membaca ta'awwudz yang berbunyi:
yang artinya:
"Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkan gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq)." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
Atau mengucapkan:
yang artinya:
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk..." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
Membaca Al-Fatihah
Hukum Membaca Al-Fatihah. Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi jika dalam shalat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah shalatnya berdasarkan perkataan Rasulullah:
"Tidak dianggap shalat (tidak sah shalatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah." (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama'ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa yang shalat tanpa membaca Al-Fatihah maka shalatnya buntung…tidak sempurna" (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah. Jelas bagi kita jika sedang shalat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada shalat jama'ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada shalat Dhuhur, 'Ashr, satu raka'at terakhir shalat Mahgrib dan dua raka'at terakhir shalat 'Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).
Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras…? Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah:
"Betulkah kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian?" Kami menjawab: "Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah." Berkata Rasul: "Kalian tidak boleh melakukannya lagi kecuali membaca Al-Fatihah, karena tidak ada shalat bagi yang tidak membacanya." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhori, Abu Dawud, dan Ahmad, dihasankan oleh At-Tirmidzi dan Ad-Daraquthni)
Selanjutnya Rasulullah SAW melarang makmum membaca surat apapun ketika imam membacanya dengan jahr (diperdengarkan) baik itu Al-Fatihah maupun surat lainnya. Hal ini selaras dengan keterangan dari Al-Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal tentang wajibnya makmum diam bila imam membaca dengan jahr/ keras. Berdasar arahan Rasulullah SAW:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :"Dijadikan imam itu hanya untuk diikuti. Oleh karena itu apabila imam takbir, maka bertakbirlah kalian, dan apabila imam membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…" (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604. Ibnu Majah no. 846, An-Nasa-i. Imam Muslim berkata: Hadits ini menurut pandanganku Shahih).
"Barangsiapa shalat mengikuti imam (bermakmum), maka bacaan imam telah menjadi bacaannya juga." (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, Ad-Daraquthni, Ibnu Majah, Thahawi dan Ahmad lihat kitab Irwa-ul Ghalil oleh Syaikh Al-Albani).
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sesudah mendirikan shalat yang beliau keraskan bacaanya dalam shalat itu, beliau bertanya: "Apakah ada seseorang diantara kamu yang membaca bersamaku tadi?" Maka seorang laki-laki menjawab, "Ya ada, wahai Rasulullah." Kemudian beliau berkata, "Sungguh aku katakan: Mengapakah (bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga)." Berkata Abu Hurairah, kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada shalat-shalat yang Rasulullah keraskan bacaannya, ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang demikian itu dari Rasulullah SAW. (Hadis dikeluarkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Malik. Abu Hatim Ar Razi menshahihkannya, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).
Hadis-hadis tersebut merupakan dalil yang tegas dan kuat tentang wajib diamnya makmum apabila mendengar bacaan imam, baik Al-Fatihahnya maupun surat yang lain. Selain itu juga berdasarkan firman Allah SWT:
"Dan apabila dibacakan Al-Qur-an hendaklah kamu dengarkan ia dan diamlah sambil memperhatikan (bacaannya), agar kamu diberi rahmat." (Al-A'raaf : 204).
Ayat ini asalnya berbentuk umum yakni dimana saja kita mendengar bacaan Al-Qur-an, baik di dalam shalat maupun di luar shalat wajib diam mendengarkannya walaupun sebab turunnya berkenaan tentang shalat. Tetapi keumuman ayat ini telah menjadi khusus dan tertentu (wajibnya) hanya untuk shalat, sebagaimana telah diterangkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id bin Jubair, Adh Dhohak, Qotadah, Ibarahim An Nakha-i, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lain. Lihat Tafsir Ibnu Katsir II/280-281.
Cara Membaca Al Fatihah. Rasulullah SAW membaca surat Al-Fatihah pada setiap raka'at. Membacanya dengan berhenti pada setiap akhir ayat (waqof), tidak menyambung satu ayat dengan ayat berikutnya (washol) berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, Sahmi dan 'Amr Ad Dani, dishahihkan oleh Hakim, disetujui Adz-Dzahabi.
Seandainya Seseorang Belum Hafal Al-Fatihah. Bagi seseorang yang belum hafal Al Fatihah terutama bagi yang baru masuk Islam, tentu Rasulullah SAW telah memberikan solusinya. Nasehatnya untuk orang yang belum hafal Al-Fatihah (tentunya dia tak berhak jadi Imam):
Ucapkanlah:
yang artinya:
"Maha Suci Allah, Segala puji milik Allah, tiada Ilah (yang haq) kecuali Allah, Allah Maha Besar, Tiada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah." (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Hakim, Thabrani dan Ibnu Hibban disahihkan oleh Hakim dan disetujui oleh Ad-Dzahabi).
Rasulullah juga bersabda:
"Jika kamu hafal suatu ayat Al-Qur-an maka bacalah ayat tersebut, jika tidak maka bacalah Tahmid, Takbir dan Tahlil." (Hadis dikeluarkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dihasankan oleh At-Tirmidzi, tetapi sanadnya shahih, baca Shahih Abi Dawud hadis no. 807).
Membaca amin
Hukum Bagi Imam. Membaca amin disunnahkan bagi imam shalat. Dari Abu hurairah, dia berkata: "Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca amin." (Hadis dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadis yang berkualitas shahih)
"Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam shalat), beliau mengucapkan amiin dengan suara keras dan panjang." (Hadis shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Hadis tersebut mensyari'atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi'i, Ahmad, Ishaq dan para imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul 'baab jahr al-imaan bi al-ta-miin' (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.
Juga perkataan Nafi' (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu."
Hukum Bagi Makmum. Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Rasulullah (Hadis), atsar para sahabat dan perkataan para ulama.
Rasulullah berkata: "Jika imam membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin."
Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang shalat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).
"Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi'alaihim waladhdhooolliin, ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam riwayat lain: "(apabila imam mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat lain disebutkan: "bila seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam shalat bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni." (Hadis dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)
Syaikh Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:
"Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggal kannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178)
Bacaan surat setelah Al-Fatihah. Membaca surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalam shalat hukumnya sunnah karena Rasulullah SAW membolehkan tidak membacanya. Membaca surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua raka'at pertama. Banyak hadis yang menceritakan perbuatan Rasulullah tentang itu.
Panjang pendeknya surat yang dibaca. Pada shalat munfarid Rasulullah SAW membaca surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan jika sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).
Rasulullah berkata:
"Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek shalatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu" (Hadis dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Cara membaca surat. Dalam satu shalat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua raka'at, kadang pula surat yang sama dibaca pada raka'at pertama dan kedua. (berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya'la, juga hadis shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi)
Terkadang beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu raka'at. (Berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dinyatakan oleh At-Tirmidzi sebagai hadits shahih)
Tata cara bacaan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang berimbang antara raka'at pertama dengan raka'at kedua. (berdasar hadis shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam shalat yang bacaannya di-jahr-kan Rasulullah membaca dengan keras dan jelas. Tetapi pada shalat dzuhur dan ashar juga pada shalat maghrib pada raka'at ketiga ataupun dua raka'at terakhir sholat isya' Rasulullah membacanya dengan lirih yang hanya bisa diketahui jika Rasulullah sedang membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak sekeras seperti ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Rasulullah SAW sering membaca suatu surat dari awal sampai selesai. Rasulullah bersabda:
"Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam setiap (roka'at) ruku' dan sujud." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan 'Abdul Ghani Al-Maqdisi)
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu raka'at." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi)
Dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani: "Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam setiap satu raka'at sehingga roka'at tersebut memperoleh haknya dengan sempurna."
Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.
Dalam membaca surat Al-Qur-an Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan waktu yang lebih panjang dibanding jika dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru:
"Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan di dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
Rasulullah SAW membaca surat Al-Qur-an dengan suara yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:
"Perindahlah/ hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Quran]." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
"Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur-an." (Hadis dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
Ruku'
Rasulullah SAW setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian ruku' (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadis, salah satunya adalah:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam shalat mengangkat kedua tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak ruku' dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku' …." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)
Cara Ruku'. Bila Rasulullah ruku' maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya, demikian beliau juga memerintahkan kepada para sahabatnya.
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (ketika ruku') meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Menekankan tangannya pada lututnya. Rasulullah bersabda:
"Jika kamu ruku' maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku'." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Merenggangkan jari-jemarinya.
"Beliau merenggangkan jari-jarinya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)
Merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.
"Beliau bila ruku', meluruskan dan membentangkan punggungnya sehingga bila air dituangkan di atas punggung beliau, air tersebut tidak akan bergerak." (Hadis di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, 'Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut
"Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya." (Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
"Shalat seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku' dan sujud dengan meluruskan punggungnya." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu 'Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
Thuma-ninah/ Bersikap Tenang. Beliau pernah melihat orang yang ruku' dengan tidak sempurna dan sujud seperti burung mematuk, lalu berkata: "Jika orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad [sholatnya seperti gagak mematuk makanan] sebagaimana orang ruku' tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya'la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya' dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
Memperlama Ruku'.
"Rasulullah SAW menjadikan ruku', berdiri setelah ruku' dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Yang Dibaca Ketika Ruku'. Do'a yang dibaca oleh Rasulullah SAW ada beberapa macam, semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang lain.
1. SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).
Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung."
2. SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIMI WA BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ad-Daroquthni dan Al-Baihaqi).
Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian bagi-Nya."
3. SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Yang artinya:
"Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh."
4. SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII
Yang artinya:
"Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku."
Berdasarkan hadis dari Aisyah, bahwasanya dia berkata:
"Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperbanyak membaca Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku'nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an."
(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Do'a ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari Aisyah yang menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya surat An-Nashr yang artinya:
"Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan memuji Rabbmu dan memohon ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat." (TQS. An-Nashr 110:3)
Waktu ruku' dan sujud Rasulullah selalu membaca do'a ini hingga wafatnya.
Yang Dilarang Ketika Ruku'. Larangan disini adalah larangan dari Rasulullah bahwa sewaktu ruku' kita tidak boleh membaca Al-Qur-an. Berdasarkan hadits:
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang membaca Al-Qur-an dalam ruku' dan sujud." (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah)
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku' dan sujud…" (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
I'tidal dari ruku'
Cara i'tidal dari ruku'. Setelah ruku' dengan sempurna dan selesai membaca do'a, maka kemudian bangkit dari ruku' (i'tidal). Waktu bangkit tersebut membaca disertai dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan beberapa hadis, diantaranya:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau ruku' dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari ruku' sambil mengucapkan SAMI'ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…" (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).
Yang Dibaca Ketika I'tidal dari Ruku'. Seperti ditunjuk hadis di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku'.
Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:
yang artinya:
"(Rabbku, segala puji kepada-Mu), atau
(Rabbku dan segala puji kepada-Mu), atau
(Ya, Allah, Rabbku, segala puji kepada-Mu), atau
(Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)"
Dalilnya adalah hadis dari Abu Hurairah:
"Apabila imam mengucapkan SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi bertepatan dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya yang telah lewat."(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)
Kadang ditambah dengan bacaan:
(Mencakup seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu) berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan do'a lain-lain.
Cara I'tidal. Adapun dalam tata cara i'tidal ulama berbeda pendapat menjadi dua pendapat, pertama mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan tidak bersedekap tapi melepaskannya. Tapi yang rajih menurut kami adalah pendapat pertama. Bagi yang hendak mengerjakan pendapat yang pertama tidak apa-apa dan bagi siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat kedua tidak mengapa.
Keterangan untuk pendapat pertama: Kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri atau menggenggamnya dan menaruhnya di dada, ketika telah berdiri Hal ini berdasarkan nash dibawah ini:
Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam An-Nasa-i yang artinya: "Ia (Wa-il bin Hujr) berkata: "Saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila beliau berdiri dalam shalat, beliau menggengam tangan kirinya dengan tangan kanannya."
Berkata Al-Imam Al-Bukhari dalam shahihnya: "Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, ia berkata dari Malik, ia berkata dari Abu Hazm, ia berkata dari Sahl bin Sa'd ia berkata: "Adalah orang-orang (para shahabat) diperintah (oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ) agar seseorang meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam sholat."
Komentar Abu Hazm: "Saya tidak mengetahui perintah tersebut kecuali disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ."
Komentar dari Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baaz (termaktub dalam fatwanya yang dimuat dalam majalah Rabithah 'Alam Islamy, edisi Dzulhijjah 1393 H/Januari 1974 M, tahun XI): "Dari hadits shahih ini ada petunjuk diisyaratkan meletakkan tangan kanan atas tangan kiri ketika seorang Mushalli (orang yang sholat) tengah berdiri baik sebelum ruku' maupun sesudahnya. Karena Sahl menginformasikan bahwa para shahabat diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam shalat. Dan sudah dimengerti bahwa Sunnah (Nabi) menjelaskan orang shalat dalam ruku' meletakkan kedua telapak tangangnya pada kedua lututnya, dan dalam sujud ia meletakkan kedua telapak tangannya pada bumi (tempat sujud) sejajar dengan kedua bahunya atau telinganya, dan dalam keadaan duduk antara dua sujud begitu pun dalam tasyahhud ia meletakkannya di atas kedua pahanya dan lututnya dengan dalil masing-masing secara rinci. Dalam rincian Sunnah tersebut tidak tersisa kecuali dalam keadaan berdiri. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwasanya maksud dari hadits Sahl diatas adalah disyari'atkan bagi Mushalli ketika berdiri dalam sholat agar meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya. Sama saja baik berdiri sebelum ruku' maupun sesudahnya. Karena tidak ada riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membedakan antara keduanya, oleh karena itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah menunjukkan dalilnya. (Kembali pada kaidah ushul fiqh: "asal dari ibadah adalah haram kecuali ada penunjukannya")
Disamping itu ada pula ketetapan dari hadis Wa-il bin Hujr pada riwayat An-Nasa-i dengan sanad yang shahih: Bahwasanya apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri dalam shalat beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya."
Wallaahu a'lamu bishshawab.
Thuma-ninah dan Memperlama Dalam I'tidal.
"Kemudian angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri dengan tegak [sehingga tiap-tiap ruas tulang belakangmu kembali pada tempatnya]." (dalam riwayat lain disebutkan: "Jika kamu berdiri i'tidal, luruskanlah punggungmu dan tegakkanlah kepalamu sampai ruas tulang punggungmu maupun ke tempatnya)." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi'i dan Ahmad)
Rasulullah SAW berdiri terkadang dikomentari oleh sahabat: "Dia telah lupa" [karena saking lamanya berdiri]. (Hadis dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Sujud
Sujud dilakukan setelah i'tidal. Caranya tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu baru kemudian meletakkan kedua tangan pada tempat kepala diletakkan dan kemudian meletakkan kepala dengan menyentuhkan/ menekankan hidung dan jidat/ kening/ dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun telinga).
Dari Wail bin Hujr, berkat, "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit mengangkat dua tangan sebelum kedua lututnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ad-Daarimy)
"Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i dan Daraquthni)
"Terkadang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah kiblat." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
"Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
"Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i)
Cara Sujud: Bersujud pada 7 anggota badan, yakni jidat/ kening/ dahi, hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan dua ujung kaki. Hal ini berdasar hadits:
Dari Ibnu 'Abbas berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Aku diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan; yakni kening sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua telapak tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan kami tidak boleh menyibak lengan baju dan rambut kepala." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Jama'ah)
Dilakukan dengan menekan.
"Apabila kamu sujud, sujudlah dengan menekan." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian depan telapak kaki ke tanah." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)
Kedua lengan/ siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi rusuk/ lambung.
Dari Abu Humaid As-Sa'diy, bahwasanya Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam bila sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu beliau." (Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau 'alaihi wasallam bersabda: "Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing menghamparkan kakinya." (Diriwayatkan oleh Al-Jama'ah kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
"Beliau mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari lambungnya sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Menjauhkan perut/ lambung dari kedua paha.
Dari Abi Humaid tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata: "Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya (dengan) tidak menopang perutnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Merapatkan jari-jemari.
Dari Wa-il, bahwasanya Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam jika sujud maka merapatkan jari-jemarinya. (Hadits Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/ menempelkan antara kedua tumit.
Berkata 'A-isyah isteri Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam: "Aku kehilangan Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur bersamaku, kemudian aku dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan kedua tumitnya (dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat…" (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)
Thuma-ninah dan sujud dengan lama. Sebagaimana rukun shalat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamjika bersujud baiasanya lama.
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri setelah ruku' dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Sujud Langsung Pada Tanah atau Boleh Di Atas Alas.
"Para shahabat shalat berjama'ah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada cuaca yang panas. Bila ada yang tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah maka membentangkan kainnya kemudian sujud di atasnya" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
Bacaan Sujud.
Rasulullah membaca
SUBHAANA RABBIYAL A'LAA 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan lain-lain)
atau kadang-kadang membaca
SUBHAANA RABBIYAL A'LAA WA BIHAMDIH, 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan lain-lain)
atau
SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku' dan sujud…" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Bangun dari sujud pertama
Setelah sujud pertama, dimana dalam setiap raka'at ada dua sujud, maka kemudian bangun untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam bangun dari sujud ini disertai dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar hadits dari Ahmad dan Al-Hakim).
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Duduk di antara dua sujud
Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada raka'at pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk di antara dua sujud, yaitu duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan) dan duduk iq'ak (duduk dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk diatas tumit). Hal ini berdasar hadits:
Dari 'A-isyah berkata: "Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang dari duduknya syaithan." (Hadits Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
Komentar Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Dari Rifa'ah bin Rafi' (dalam haditsnya) dan berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun duduklah di atas pahamu yang kiri." (Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang duduk iq'ak, yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya]. (Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
Sewaktu duduk di antara dua sujud ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat:
"Beliau (Rasulullah SAW) menegakkan kaki kanannya." (HR. Al-Bukhari)
"Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat." (HR. An-Nasa-i)
Bacaannya.
Dari Hudzaifah, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan dalam sujudnya (dengan do'a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii. (Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)
Thuma-ninah dan Lama.
Menuju raka'at berikutnya. Pada masalah ini ada dua tempat/ kondisi, yaitu bangkit menuju raka'at berikut dari posisi sujud kedua (pada akhir raka'at pertama dan ketiga) dan bangkit dari posisi duduk tasyahhud awal (pada roka'at kedua).
Bangkit/ bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka'at pertama dan ketiga) didahului dengan duduk istirahat atau tanpa duduk istirahat, bangkit berdiri seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan bertumpu pada lantai atau bisa juga bertumpu pada pahanya.
Tangan bertumpu pada satu pahanya.
Dari Wail bin Hujr dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berkata (Wa-il); "Maka tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersujud dia meletakkan kedua lututnya ke lantai sebelum meletakkan kedua tangannya; Berkata (Wa-il): Bila sujud maka …..dan apabila bangkit dia bangkit atas kedua lututnya dengan bertumpu pada satu paha." (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)
Tangan bertumpu pada lantai (tempat sujud)
"Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertumpu pada lantai ketika bangkit ke raka'at kedua." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
Diselai duduk istirahat.
Dari Malik bin Huwairits bahwasanya dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sholat, maka bila pada raka'at yang ganjil tidaklah beliau bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Bangkit dari duduk tasyahhud awwal (dari roka'at kedua) dengan mengangkat kedua tangan seraya bertakbir seperti pada takbiratul ihram.
Mengangkat tangan ketika takbir.
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bangkit dari duduknya mengucapkan takbir, kemudian berdiri." (Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya'la)
Duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir
Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat. Tempat dilakukannya. Duduk tasyahhud awwal terdapat hanya pada shalat yang jumlah raka'atnya lebih dari dua (2), pada shalat wajib dilakukan pada raka'at yang ke-2. Sedangkan duduk tasyahhud akhir dilakukan pada roka'at yang terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua.
Cara duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir. Sewaktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri) sedang pada tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping kanan dan duduk diatas lantai), pada masing-masing posisi kaki kanan ditegakkan.
Dari Abi Humaid As-Sa'idiy tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berkata: "Maka apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk dalam dua raka'at (tasyahhud awwal) beliau duduk diatas kaki kirinya dan bila duduk dalam raka'at yang akhir (tasyahhud akhir) beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya (lantai dan lain-lain)." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Letak tangan ketika duduk. Untuk kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat atau menggerak-gerakkan jari telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang tangan kirinya ditaruh/ terhampar di paha kiri.
Dari Ibnu 'Umar berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bila duduk di dalam shalat meletakkan dua tangannya pada dua lututnya dan mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa dengannya sedang tangannya yang kiri di atas lututnya yang kiri, beliau hamparkan padanya."(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
Berisyarat dengan telunjuk, bisa digerakkan bisa tidak. Selama melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat dengan telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada suatu shalat digerakkan pada shalat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
"Kemudian beliau duduk, maka beliau hamparkan kakinya yang kiri dan menaruh tangannya yang kiri atas pahanya dan lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha kanannya, kemudian beliau menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran kemudian mengangkat jari beliau maka aku lihat beliau menggerak-gerakkannya berdo'a dengannya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).
"Dari Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berisyarat dengan jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakannya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).
Membaca do'a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat. Do'a tahiyyat ini ada beberapa versi, untuk hendaklah dipilih yang kuat dan lafadhznya belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang baik adalah sebagai berikut:
Berkata Abdullah : "Kami apabila shalat di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keselamatan atas jibril dan mikail keselamatan...maka rasulullah berpaling kepada kami. Lalu beliau berkata: sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat hendaklah kalian itu mengucapkannya:
artinya:
segala kehormatan, shalawat dan kebaikan milik Allah, semoga keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; -karena sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi. Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang haq) selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba dan utusan-Nya. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).
Dari Ka'ab bin Ujrah berkata: "Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu? Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami berkata: 'Ya Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lantas bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau berkata: ucapkanlah:
artinya:
"Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung."
Berdo'a berlindung dari empat (4) hal.
Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, ia berkata:
artinya:
"Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
Berdo'a dengan do'a/ permohonan lainnya.
"…kemudian (supaya) dia memilih do'a yang dia kagumi/ senangi…" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
Salam
Salam sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do'a minta perlindungan dari 4 fitnah atau tambahan do'a lainnya.
"Kunci shalat adalah bersuci, pembukanya takbir dan penutupnya adalah mengucapkan salam." (Hadits dikeluarkan dan disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Adz-Dzahabi)
Caranya: Dengan menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do'a salam kemudian ke kiri.
Dari 'Amir bin Sa'ad, dari bapaknya berkata: Saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi salam ke sebelah kanan dan sebelah kirinya hingga terlihat putih pipinya. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah)
Dari 'Alqomah bin Wa-il, dari bapaknya, ia berkata: Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka beliau membaca salam ke sebelah kanan (menoleh ke kanan): "As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh." Dan kesebelah kiri: "As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Bacaan salam. Kadang-kadang beliau membaca:
"As Salamu'alaikum dengan sedikit menoleh ke kanan tanpa menoleh ke kiri." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
Gerakan yang dilarang. Sering terlihat orang yang mengucapkan salam ketika menoleh ke-kanan dibarengi dengan gerakan telapak tangan dibuka kemudian ketika menoleh ke kiri tangan kirinya di buka. Gerakan tangan ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Mengapa kamu menggerakkan tangan kamu seperti gerakan ekor kuda yang lari terbirit-birit dikejar binatang buas? Bila seseorang diantara kamu mengucapkan salam, hendaklah ia berpaling kepada temannya dan tidak perlu menggerakkan tangannya." [Ketika mereka sholat lagi bersama Rasullullah, mereka tidak melakukannya lagi]. (Pada riwayat lain disebutkan: "Seseorang diantara kamu cukup meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian ia mengucapkan salam dengan berpaling kepada saudaranya yang di sebelah kanan dan saudaranya di sebelah kiri). (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim, Abu 'Awanah, Ibnu Khuzaimah dan At-Thabrani).
Diantara gerakkan bid’ah (dilebih-lebihkan) yang dilakukan saat salam adalah gerakkan yang dilakukan oleh orang syi’ah dengan menepukkan kedua tangannya di atas paha tiga kali, sebagai pengganti salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal seperti ini dilakukan oleh syi’ah Iran dan sekitarnya. Maksud dari gerakan itu adalah melaknat malaikat Jibril karena mereka mengatakan Jibril telah salah menyampaikan wahyu.
Rukun Shalat
Rukun bisa juga disebut fardhu. Perbedaan antara syarat dan rukun adalah bahwa syarat adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan amal ibadah sebelum perbuatan amal ibadah itu dikerjakan, sedangkan pengertian rukun atau fardhu adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan/ amal ibadah dalam waktu pelaksanaan suatu pekerjaan/ amal ibadah tersebut.
Rukun shalat, antara lain:
- Niat, yaitu menyengaja untuk mengerjakan shalat karena Allah SWT.
- Berdiri bagi yang mampu. Bagi orang yang tidak mampu maka ia boleh mengerjakan shalat dengan duduk, apabila masih tidak mampu maka berbaring, jika masih saja tidak mampu maka dengan isyarat.
- Takbiratul Ihram.
- Membaca Surat Al-Fatihah.
- Ruku’ dengan thuma’ninah.
- I’tidal dengan thuma’ninah.
- Sujud dua kali dengan thuma’ninah.
- Duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah.
- Duduk yang terakhir.
- Membaca tasyahud pada waktu duduk akhir.
- Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir setelah membaca tasyahud.
- Mengucapkan salam.
- Tertib, maksudnya ialah melaksanakan ibadah shalat harus berututan dari tukun yang pertama sampai yang terakhir.
Dari rukun shalat tersebut, dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Rukun qalbi, mencakup satu rukun yaitu niat.
2. Rukun qauli, mencakup lima rukun yaitu: takbiratul ihram, membaca
al-fatihah, membaca tasyahud akhir, membaca shalawat dan salam.
3.
Rukun fi’li, mencakup enam rukun, yaitu berdiri, ruku’, i’tidal, sujud,
duduk diantara dua sujud, duduk tasyahud akhir. Adapun rukun shalat, yaitu tertib, merupakan gabungan dari qauli dan fi’li.
Sunnah-sunnah Shalat
Sunnah-sunnah shalat terbagi dua, yaitu sunnah ab’adh dan sunnah hai-at.
Sunnah ab’adh, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/ tidak dikerjakan maka harus diganti dengan sujud sahwi. Sunnah ab’adh ada beberapa macam, yaitu:
- Duduk tasyahud awal.
- Membaca tasyahud awal.
- Membaca do’a qunut pada waktu shalat shubuh dan pada akhir shalat witir setelah pertengahan ramadhan.
- Berdiri ketika membaca do’a qunut.
- Membaca shalawat kepada Nabi pada tasyahud awal.
- Membaca shalawat kepada keluarga Nabi pada tasyahud akhir.
- Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai sejajar tinggi ujung jari dengan telinga atau telapak tangan sejajar dengan bahu. Kedua telapak tangan terbuka/ terkembang dan dihadapkan ke kiblat.
- Meletakkan kedua tangan di antara dada dan pusar, telapak tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri.
- Mengarahkan kedua mata ke arah tempat sujud.
- Membaca do’a iftitah.
- Diam sebentar sebelum membaca surat Al-Fatihah.
- Membaca ta’awuz sebelum membaca surat Al-Fatihah. “Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl : 98).
- Mengeraskan bacaan surat Al-Fatihah dan surat pada shalat maghrib, isya dan shubuh.
- Diam sebentar sebelum membaca “aamiiin” setelah membaca Al-Fatihah.
- Membaca “aamiiin” setelah selesai membaca Al-Fatihah.
- Membaca surat atau beberapa ayat setelah membaca Al-Fatihah bagi imam maupun bagi yang shalat munfarid pada rakaat pertama dan kedua, baik shalat fardhu maupun sholat sunnah.
- Membaca takbir intiqal (penghubung antara rukun yang satu dengan yang lain).
- Mengangkat tangan ketika akan ruku maupun bangun dari ruku’.
- Meletakkan kedua telapak tangan dengan jari-kari terkembang di atas lutut ketika ruku’.
- Membaca tasbih ketika ruku’, yaitu “subhaana robbiyal ‘azhiimi”, sebagian ulama ada yang menambahkan dengan lafazh “wabihamdih”.
- Duduk iftirasyi (bersimpuh) pada semua duduk dalam shalat kecuali pada duduk tasyahhud akhir. Cara duduk iftirasyi adalah duduk di atas telapak kaki kiri, dan jari-jari kaki kanan dipanjatkan ke lantai.
- Membaca do’a ketka duduk di antara dua sujud.
- Meletakkan kedua telapak tangan di atas paha etika duduk iftirasyi maupun tawarruk.
- Meregangkan jari-jari tangan kiri dan mengepalkan tangan kanan kecuali jari telunjuk pada duduk iftirasyi tasyahud awal dan duduk tawarruk.
- Duduk istirahat sebentar sesudah sujud jedua sebelum berdiri pada rakaat pertama dan ketiga.
- Membaca doa pada tasyahud akhir yaitu setelah membaca tasyahud dan shalawat.
- Mengucapkan salam yang kedua dan menengok ke kanan pada salam yang pertama dan menengok ke kiri pada salam yang kedua.
Hal-hal Yang Makruh Dalam Shalat
- Memejamkan kedua mata.
- Menoleh tanpa keperluan.
- Meletakan tangan dilantai ketika sujud.
- Banyak melakukan kegiatan yang sia-sia.
Hal-hal Yang Dapat Membatalkan Shalat
- Meninggalkan salah satu rukun shalat atau memutuskan rukun sebelum sempurna dilakukan.
- Tidak memenuhi salah satu dari syarat shalat seperti berhadats, terbuka aurat.
- Berbicara dengan sengaja. “Pernah kami berbicara pada waktu shalat, masing-masing dari kami berbicara dengan temannya yang ada di sampingnya, sehingga turun ayat: Dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (HR. Jama’ah Ahli Hadits kecuali Ibnu Majah dari Zain bin Arqam).
- Banyak bergerak dengan sengaja.
- Maka atau minum.
- Menambah rukun fi’li, seperti sujud tiga kali.
- Tertawa. Adapun batuk, bersin tidaklah membatalkan shalat.
- Mendahului imam sebanyak 2 rukun, khusus bagi makmum.
Macam-macam Shalat
Shalat terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1.Sholat Fardhu.
Diantara sekian banyak bentuk ibadah dalam Islam, shalat adalah yang pertama kali di tetapkan kewajibannya oleh Allah SWT, Rasulullah menerima perintah dari Allah tentang shalat pada malam mi'raj (perjalanan ke langit) tanpa perantara.
Anas berkata: "shalat diwajibkan kepada Rasulullah sebanyak 50 raka'at pada malam ketika beliau diperjalankan (isra'-mi'raj), kemudian dikurangi hingga menjadi tinggal 5 raka'at kemudian ada yang menyerunya: Wahai Muhammad hal tersebut tidak seperti harapanku namun bagimu yang 5 raka'at itu setara dengan 50 raka'at." (Hadits Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i).
Shalat yang diwajibkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya sesuai batasan-batasan yang telah dijelaskan-Nya, baik melalui perintah maupun larangan. Dalam hal ini adalah shalat 5 waktu dalam sehari semalam, yaitu:
- Dzuhur: waktunya dari tergelincirnya matahari kearah barat sampai panjang bayangan dua kali lipat dari panjang benda aslinya
- 'Ashar: waktunya dari panjang bayangan dua kali lipat dari panjang benda aslinya sampai tenggelamnya matahari.
- Magrib: waktunya dari tenggelamnya matahari sampai hilangnya mendung merah dilangit.
- 'Isya': waktunya dari hilangnya mendung merah dilangit sampai munculnya fajar shodiq.
- Fajar atau Shubuh: waktunya dari menculnya fajar shodiq sampai terbitnya matahari.
2. Shalat Tathowwu'
Shalat tathowwu' yaitu shalat sunnah atau tambahan dari shalat-shalat fardhu 5 waktu.
Sholat Tathowwwu' ini memiliki 2 bentuk:
1. Sholat Tathowwu' Muthlaq, yaitu shalat sunnah yang batas dan ketentuannya tidak ditentukan oleh syara', dikerjakan dua-raka'at-dua-raka'at, baik dikerjakan pada siang hari atau malam hari. Akan tetapi, hendaklah shalat tathowwu' ini tidak dilakukan terus menerus seperti sunnah rowatib serta tidak mengarah kepada bid'ah atau serupa dengan pelakunya.
2. Shalat Tathowwu' Muqoyyad, yaitu shalat yang batas dan ketentuannya telah ditentukan oleh syara'. Dalam hal ini antara lain, shalat-shalat sunnah rowatib, yaitu:
(1). Shalat Rotibah Fajar/ shubuh, yaitu shalat 2 raka'at sebelum shalat Fajar.
(2). Shalat Rotibah Dzuhur, yaitu shalat 2 atau 4 raka'at sebelum ataupun sesudah Dzuhur.
(3). Shalat Rotibah Ashar, yaitu shalat 4 raka'at sebelum shalat Ashar.
(4). Shalat Rotibah Maghrib, yaitu 2 raka'at sesudah shalat Maghrib.
(5). Shalat Rotibah Isya', yaitu shalat 2 raka'at sesudah shalat Isya'.
Ibnu Umar rodhiallohuanhuma berkata: "Aku mengahafal 10 raka'at (shalat) dari Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam. 2 rokaat sebelum Dzuhur dan 2 rokaat sesudahnya, 2 rokaat setelah maghrib dirumahnya, 2 rokaat setelah isya' dirumahnya, dan 2 rokaat sebelum shubuh disaat Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam tidak boleh dimasuki orang lain". (HR. Bukhori: 118, dan Muslim: 729).
Rasululloh bersabda:"Barangsiapa yang menjaga 4 raka'at sebelum dzuhur dan 4 raka'at sesudahnya, maka Alloh akan mengaharamkan api neraka baginya". (HR. Ibnu Majah: 1160, dishohihkan Al-Bani di Shohih Ibnu Majah: 1/191)
"Alloh mengasihi seseorang yang shalat 4 raka'at sebelum 'Ashar". (HR. Abu Daud: 1271, dishohihkan Al-Bani di Shohih Abu Daud: 1/237)
"dua raka'at fajar lebih baik dari dunia dan seisinya".(HR. Muslim).
Shalat-shalat lain yang disyari'atkan dalam bagian ini, antara lain ialah:
1. Shalat Malam/ Tahajjud/ Tarawih dibulan Ramadhan dan witir:
'Aisyah rodhiallohu anha berkata: "Rasululloh sholallohu alaihi wa sallam shalat antara selesai shalat 'Isya hingga fajar 11 rakaat dengan salam setiap dua raka'at dan witir 1 raka'at". (HR. Muslim: 736)
2. Shalat Dhuha 2 raka'at sampai dengan 12 raka'at. Rasululloh bersabda:
"Tidak ada yang selalu menjaga shalat dhuha kecuali orang-orang yang bertaubat. Itulah Awwabin". (HR. Ibnu Khuzaimah: 2/228. lihat Al-'Ahadits Ash-Shohihah: 1994)
Diriwayatkan dari Anas bin malik rodhiallohu‘anhu berkata: “Rasululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: barangsiapa shalat dhuha 12 raka’at, Allah bangun baginya sebuah istana dari emas didalam jannah”. (HR. Tirmidzi: 435)
3. Shalat Tahiyyatul Masjid. Rasululloh bersabda:
"Apabila salah seorang kalian masuk masjid, maka shalatlah 2 raka'at sebelum dia duduk". (HR. Bukhori: 444 dan Muslim: 714)
4. Shalat Taubat. Rasululloh bersabda:
"Tidak ada seorang yang melakukan dosa, kemudian ia bangun dan bersuci kemudian shalat dan meminta ampun kepada Alloh, kecuali Alloh akan mengampuninya. Kemudian beliau membaca ayat ini, "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Alloh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Alloh? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui". (QS. Ali-Imron [3]: 135) (HR. Tirmidzi: 406, dishohihkan Al-Bani: 1/128)
5. Shalat Tasbih (4 raka'at).
6. Shalat Istikhoroh.
Manfaat Gerakan Shalat
A. Berdiri lurus
Berdiri lurus adalah pelurusan tulang belakang, dan menjadi awal dari sebuah latihan pernapasan, pencernaan dan tulang.
B. Takbir
Takbir merupakan latihan awal pernapasan, Paru-paru adalah alat pernapasan, Paru kita terlindung dalam rongga dada yang tersusun dari tulang iga yang melengkung dan tulang belakang yang mencembung. Susunan ini didukung oleh dua jenis otot yaitu yang menjauhkan lengan dari dada (abductor) dan mendekatkannya (adductor). Takbir berarti kegiatan mengangkat lengan dan merenggangkannya, hingga rongga dada mengembang seperti halnya paru-paru. Dan mengangkat tangan berarti meregangnya otot-otot bahu hingga aliran darah yang membawa oksigen menjadi lancar.
C. Ruku
Dengan ruku’, memperlancar aliran darah dan getah bening ke leher oleh karena sejajarnya letak bahu dengan leher. Aliran akan semakin lancar bila ruku’ dilakukan dengan benar yaitu meletakkan perut dan dada lebih tinggi daripada leher. Ruku’ juga mengempiskan pernapasan. Pelurusan tulang belakang pada saat ruku’ berarti mencegah terjadinya pengapuran. Selain itu, ruku’ adalah latihan kemih (buang air kecil) untuk mencegah keluhan prostat. Pelurusan tulang belakang akan mengempiskan ginjal. Sedangkan penekanan kandung kemih oleh tulang belakang dan tulang kemaluan akan melancarkan kemih. Getah bening (limfe) fungsi utamanya adalah menyaring dan menumpas kuman penyakit yang berkeliaran di dalam darah.
D. Sujud
Sujud Mencegah Wasir, mengalirkan getah bening dari tungkai perut dan dada ke leher karena lebih tinggi. Dan meletakkan tangan sejajar dengan bahu ataupun telinga, memompa getah bening ketiak ke leher. Selain itu, sujud melancarkan peredaran darah hingga dapat mencegah wasir. Sujud dengan cepat tidak bermanfaat. Ia tidak mengalirkan getah bening dan tidak melatih tulang belakang dan otot. Tak heran kalau ada di sebagian sahabat Rasul menceritakan bahwa Rasulullah sering lama dalam bersujud. Selain itu sujud adalah manifestasi ketotalan kita dalam berpasrah diri kepada Allah, bahwa manusia adalah mahluk yang lemah, seorang hamba yang sudah bisa menikmati sholatnya, maka jiwanya dalam titik nol, dalam kondisi yang paling pasrah dan stabil, seseorang yang dilanda stres akan terlepas segala beban di jiwa dalam posisi ini.selain secara fisik otot2 leher yang kaku karena stres akan diulur, sehingga seorang hamba yang beriman dan pandai memaknai sholatnya tidak akan pernah dilanda keputusasaan (Stress)
E. Duduk antara 2 sujud
Duduk di antara dua sujud dapat mengaktifkan kelenjar keringat karena bertemunya lipatan paha dan betis sehingga dapat mencegah terjadinya pengapuran. Pembuluh darah balik di atas pangkal kaki jadi tertekan sehingga darah akan memenuhi seluruh telapak kaki mulai dari mata kaki sehingga pembuluh darah di pangkal kaki mengembang. Gerakan ini menjaga supaya kaki dapat secara optimal menopang tubuh kita.
F Salam
Gerakan salam yang merupakan penutup sholat, dengan memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri bermanfaat untuk menjaga kelenturan urat leher. Gerakan ini juga akan mempercepat aliran getah bening di leher ke jantung.
Sholat Lebih Canggih dari Yoga “Apakah pendapatmu sekiranya terdapat sebuah sungai di hadapan pintu rumah salah seorang di antara kamu dan dia mandi di dalamnya setiap hari lima kali. Apakah masih terdapat kotoran pada badannya?”. Para sahabat menjawab : “Sudah pasti tidak terdapat sedikit pun kotoran pada badannya”. Lalu beliau bersabda : “Begitulah perumpamaan sholat lima waktu. Allah menghapus segala kesalahan mereka”. (H.R Abu Hurairah r.a).
Sangat disayangkan tidak ada universitas yang berani atau sengaja mengembangkan teknik gerakan sholat ini secara ilmiah. Belum lagi manajemen yang terkandung dalam bacaan sholat. Seperti doa iftitah yang berarti mission statement (dalam manajemen strategi). Sedangkan makna bacaan Alfatihah yang kita baca berulang sampai 17 kali adalah objective statement. Tujuan hidup mana yang lebih canggih dibandingkan tujuan hidup di jalan yang lurus, yaitu jalan yang penuh kebaikan seperti diperoleh orang-orang shaleh seperti nabi dan rasul.
Dr. Gustafe le Bond mengatakan bahwa Islam merupakan agama yang paling sepadan dengan penemuan-penemuan ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan etika sains harus didukung dengan kekuatan iman.
Ajaran Muhammad begitu mulia dan ilmiah, beliau bukan saja dokter ruhani tapi lebih dari itu, adalah seorang dokter modern.pemimpin negara, pemimpin dunia dan akhirat,ahli strategi perang. Meski banyak orang yang membenci,menghina,mencemooh (karena kebodohan dan ketidak tahuan tentangmu) tapi itu semua tidak akan mengurangi kemuliaannya.
Manfaat Shalat Ditinjau Secara Medis Dan Kesehatan
- Memperbaiki otot punggung.
- Memperbaiki jaringan otot tubuh.
- Mengembalikan keseimbangan tubuh pasca bedah tulang.
- Menyembuhkan otot/ tulang yang terkilir. Menyehatkan urat nadi dan hati.
- Mengurangi resiko tekanan darah tinggi.
- Melancarkan saluran pernapasan lewat bacaan shalat.
- Memperlancar peredaran darah.
- Membuat tulang mampu menyerap lebih banyak kalsium.
- Membakar lemak di bagian perut. Menghindari proses penuaan dini.
- Memperkuat tulang dan otot terutama pada bagian paha, tumit dan kaki.
- Mengoptimalkan ketahanan fisik.
- Melancarkan peredaran darah.
- Mempermudah proses persalinan dan menghindari posisi bayi sungsang pada wanita hamil.
- Mencegah kenaikan kadar kolestrol dalam darah.
- Memperbaiki fungsi pencernaan.
- Sarana latihan pernapasan.
- Membersihkan sel darah putih dan sel darah merah.
- Menyiapkan diri secara psikologis dalam menghadapi tantagan hidup.
Manfaat shalat subuh pada waktunya:
- Mengoptimalikan fungsi urat syaraf.
- Menenangkan jiwa.
- Menjernihkan pikiran.
- Awet muda.
Manfaat Shalat dari Segi Psikologi:
- Menjernihkan jiwa.
- Mencapai kesadaran yang lebih tinggi (altered states of consciousness).
- Mencapai pengalaman puncak (peak experience).
- Mengurangi kecemasan lewat:
- meditasi/ doa yang teratur
- relaksasi dengan gerakan shalat
- hetero/ auto sugesti dalam bacaan shalat
- group therapy dalam shalat jamaah, atau bahkan dalam shalat sendiri ada saya dan Allah
- hydro therapy dengan berwudhu
- Mengembalikan kesadaran dengan bermi'raj menuju kepada ketinggian Ilahi Rabbi.
- Melepaskan diri dari pengaruh alam yang lebih rendah.
- Bertemu Allah.
- Meringankan ketegangan jiwa.
- Membuat pelaku shalat mampu meninggalkan pekerjaan yang buruk.
- Menumbuhkan kedermawanan dan keberanian pada pelakunya.
- Menumbuhkan sifat saling tolong menolong.
- Symbol persamaan dan kebersamaan.
Bukan tanpa maksud Allah menempatkan shalat dengan segala hal yang berhubungan dengannya sampai Dia menerbangkan rasul-Nya keluasan tanpa batas di sidratul muntaha. Karena, cukuplah pertemuan dengan Allah yang maha kasih yang akan menggenapkan kita dari segala butuh, di dunia dan akhirat.